“Saya tidak mempertanyakan Tuhan,” demikian ucapan Dennis Larida, pria yang bekerja di salah satu gereja di Filipina ini. Kendati tampak kesedihan yang mendalam di wajahnya karena istri dan anak Larida tewas dalam serangan bom teroris di kota Davao, Filipina pada 2 September 2016 lalu.
Serangan bom yang terjadi di kota kelahiran Presiden Rodrigo Duterte ini diketahui menelan sebanyak 15 orang tewas dan 71 orang luka-luka.
Saat diwawancarai CBN News, Larida seakan tak punya kata-kata mengungkapkan rasa sakit yang dialaminya. Ia mengatakan, “Saya kehendakNya bahwa istri dan anak saya ada dalam kemuliaan Tuhan. Saya berterima kasih kepada Tuhan karena kekuatan yang Dia berikan kepada saya,” terangnya.
Di malam kejadian, dia ingat betul bahwa mereka pergi ke pasar malam untuk pijatan. Mereka ingin merasa bugar saat bertemu dengan keluarga dan bisa memiliki tidur yang nyenyak. Namun kenyataan berkata lain, orang-orang yang dia kasihi justru pergi untuk selamanya.
“Saya akan sangat merindukan keluarga saya, tetapi saya juga bersyukur kepada Tuhan atas apa yang terjadi. Saya bisa menyebarkan injil ke seluruh dunia atas kesaksian kami.”
Dia berharap jika suatu saat bertemu dengan para pelaku bom, dirinya akan membagikan injil kepada mereka. “Mereka akan diselamatkan. Kematian istri dan anak saya tidak sia-sia. Suatu hari nanti kami akan bertemu satu sama lain di surga,” lanjutnya.
Sementara itu, Presiden Duterte dengan keras mengingatkan tentang teror bom yang mengintai negara. Dia mengisyaratkan para pelaku yang terlibat dalam tragedi bom mematikan itu merupakan kelompok terorisme ISIS.
Sumber : Christiantoday.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar