Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa haram bagi umat muslim yang mengenakan atribut yang berkaitan dengan perayaan Natal. Apabila ada umat muslim yang sukarela untuk mengenakan ornamen Natal untuk mengonsultasikannya terlebih dahulu ke pihak MUI.
"Mungkin baiknya yang bersangkutan konsul kepada MUI," kata Sekjen MUI Robi Nurhadi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Hal itu diungkapkan Robi usai melakukan pertemuan dengan Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suntana di Mapolda Metro Jaya sore tadi. Hadir dalam pertemuan itu unsur TNI, Pemda DKI dan Wali Gereja DKI Jakarta.
Menurut Robi, mengenakan atribut Natal bagi umat muslim diharamkan karena sudah masuk ke dalam akidah. "Itu menyangkut keyakinan seseorang yang beragama, harus commit untuk menerapkan keyakinannya. Dalam keyakinan Islam, bahwa menggunakan atribut yang digunakan dalam agama lain itu dilihat sebagai suatu pelanggaran terhadap akidah," terang Robi.
Dalam kesempatan itu, Robi juga meluruskan soal fatwa bernomor 56 Tahun 2016 tentang penggunaan atribut satu agama oleh umat Islam yang diharamkan oleh MUI. Robi menegaskan, fatwa itu hanya untuk mengatur umat Islam.
"Pelurusan ini lah yang perlu kita tegaskan, bahwa fatwa ini hanya untuk umat Islam dan tentu saja para pihak diminta menghormati untuk tidak memaksakan hal itu kepada umat Islam," kata Robi.
"Setelah kami bermusyawarah, di antara seluruh agama dipimpin oleh Wakapolda maka kami memutuskan ada tujuh poin penting untuk sama-sama didengarkan oleh semua pihak dan tidak boleh mendahului para pihak apalagi otoritas yang punya kewenangan untuk itu," sambungnya.
Berikut 7 poin terkait fatwa MUI soal pelarangan pemakaian atribut nonmuslim bagi umat muslim tersebut:
1. Terbitnya fatwa MUI No 56 Tahun 2016 tanggal 14 Desember 2016 tentang hukum menggunakan atribut nonmuslim perlu dihormati bersama.
2. Instansi terkait untuk dapat menyosialisasikan maksud dari fatwa tersebut.
3. Memberikan pemahaman kepada para pengelola mal, hotel, usaha hiburan, tempat rekreasi, restoran dan perusahaan agar tidak memaksakan karyawan atau karyawari yang muslim untuk menggunakan atribut nonmuslim.
4. Semua pihak mencegah adanya tindakan main hakim sendiri atau sweeping, baik ormas keagamaan, ormas kedaerahan dan ormas kepemudaan. Polri diminta untuk melakukan tindakan tegas terhadap siapapun yang melakukan aksi sweeping atau tindakan main hakim sendiri.
5. Koordinasi antar instansi terkait untuk melakukan langkah antisipasi terhadap kerawanan yang akan timbul dengan melibatkan para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.
6. Semua pihak agar tetap mematuhi ketenruan hukum yang berlaku karena negara kita merupakan negara hukum.
7. Mari kita semua tetap menjaga kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama dalam kebidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama.
"Poin 7 ini selaras dengan Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 tersebut," tutur Robi.
Sementara Brigjen Suntana mengatakan, pertemuan tersebut juga membahas mengenai beberapa isu aoal agama dan juga terkait pengamanan perayaan Natal dan tahun baru.
"Pengamanan Natal dan Tahun Baru seperti biasa, tadi kita diskusi dengan wali gereja untuk menentukan pola pengamanan gereja. Semua gereja akan kita amankan, dan berbagai komunikasi serta keinginan dari pihak gereja terkait pelayanan dan pengamanan dari Polri, supaya saudara-saudara kita bisa melakukan perayaan Natal dan Tahun Baru dengan tenang dan aman," jelas Suntana.
Sumber: detik.news.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar